Asal Usul Raja Negeri Jambi

Jambi
adalah salah satu nama provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau
Sumatera. Provinsi yang beribukota Jambi ini merupakan bekas wilayah
Kesultanan Islam Melayu Jambi (1500-1901 M). Konon, jauh sebelum adanya
wilayah kesultanan ini, di negeri Jambi telah berdiri lima buah desa,
namun belum memiliki seorang pemimpin atau raja. Untuk itu, para
sesepuh dari kelima desa tersebut bersepakat untuk mencari seorang raja
yang dapat memimpin dan mempersatukan kelima desa tersebut. Setelah
bermusyawarah, mereka bersepakat bahwa siapa pun dapat menjadi
pemimpin, tapi dengan syarat harus lulus ujian. Ujian apakah yang harus ditempuh untuk menjadi pemimpin kelima desa tersebut? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita Asal Usul Raja Negeri Jambi berikut ini.
* * *
Pada zaman dahulu,
wilayah Negeri Jambi terdiri dari lima buah desa dan belum memiliki
seorang raja. Desa tersebut adalah Tujuh Koto, Sembilan Koto, Petajin,
Muaro Sebo, dan Batin Duo Belas. Dari kelima desa tersebut, Desa Batin Duo Belaslah yang paling berpengaruh.
Semakin
hari penduduk kelima desa tersebut semakin ramai dan kebutuhan hidup
mereka pun semakin berkembang. Melihat perkembangan itu, maka muncullah
suatu pemikiran di antara mereka bahwa hidup harus lebih teratur,
harus ada seorang raja yang mampu memimpin dan mempersatukan mereka.
Untuk itu, para sesepuh dari setiap desa berkumpul di Desa Batin Duo
Belas yang terletak di kaki Bukit Siguntang (sekarang Dusun Mukomuko)
untuk bermusyawarah.
”Sebelum
kita memilih seorang raja di antara kita, bagaimana kalau terlebih
dahulu kita tentukan kriteria raja yang akan kita pilih. Menurut
kalian, apa kriteria raja yang baik itu?” tanya sesepuh dari Desa Batin
Duo Belas membuka pembicaraan dalam pertemuan tersebut.
”Menurut saya, seorang raja harus memiliki kelebihan di antara kita,” jawab sesepuh dari Desa Tujuh Koto.
”Ya, Benar! Seorang raja harus lebih kuat, baik lahir maupun batin,” tambah sesepuh dari Desa Petajin.
”Saya sepakat dengan pendapat itu. Kita harus memilih raja yang disegani dan dihormati,” sahut sesepuh dari Desa Muaro Sebo.
”Apakah kalian semua setuju dengan pendapat tersebut?” tanya sesepuh dari Desa Batin Duo Belas.
”Setuju!” jawab peserta rapat serentak.
Akhirnya, mereka bersepakat tentang kriteria raja yang akan mereka pilih, yakni harus memiliki kelebihan di antara mereka.
”Tapi, bagaimana kita dapat mengetahui kelebihan masing-masing di antara kita?” tanya sesepuh dari Desa Sembilan Koto.
”Kalau begitu, setiap calon pemimpin harus kita uji kemampuannya,” jawab sesepuh Desa Batin Duo Belas.
”Bagaimana caranya?” tanya sesepuh Desa Petajin penasaran.
”Setiap
calon harus melalui empat ujian, yaitu dibakar, direndam di dalam air
mendidih selama tujuh jam, dijadikan peluru meriam dan ditembakkan, dan
digiling dengan kilang besi. Siapa pun yang berhasil melalui ujian
tersebut, maka dialah yang berhak menjadi raja. Apakah kalian setuju?”
tanya sesepuh Desa Batin Duo Belas.
Semua
peserta rapat setuju dan siap untuk mencari seorang calon raja. Mereka
bersepakat untuk melaksanakan ujian tersebut dalam tiga hari kemudian
di Desa Batin Duo Belas. Dengan penuh semangat, seluruh sesepuh kembali
ke desa masing-masing untuk menunjuk salah seorang warganya untuk
mewakili desa mereka dalam ujian tersebut. Tentunya masing-masing desa
berharap memenangkan ujian tersebut. Oleh karena itu, mereka akan
memilih warga yang dianggap paling sakti di antara mereka.
Waktu
pelaksanaan ujian pun tiba. Semua warga dari kelima desa telah
berkumpul di Desa Batin Duo Belas untuk menyaksikan lomba adu kesaktian
yang mendebarkan itu. Setiap desa telah mempersiapkan wakilnya
masing-masing. Sebelum perlombaan dimulai, peserta yang akan tampil
pertama dan seterusnya diundi terlebih dahulu.
Setelah
diundi, rupanya undian pertama jatuh kepada utusan dari Desa Sembilan
Koto. Wakil desa itu pun masuk ke tengah gelanggang untuk diuji. Ia
pun dibakar dengan api yang menyala-nyala, tapi tubuhnya tidak hangus
dan tidak kepanasan. Ujian kedua, ia direndam di dalam air mendidih,
namun tubuhnya tidak melepuh sedikit pun. Ujian ketiga, ia dimasukkan
ke dalam mulut meriam lalu disulut dengan api dan ditembakkan. Ia pun
terpental dan jatuh beberapa depa. Ia segera bangun dan langsung berdiri
tegak seperti tidak terjadi apa-apa. Seluruh penonton kagum
menyaksikan kehebatan wakil dari Desa Sembilan Koto itu.
Ketika
memasuki ujian terakhir, tiba-tiba suasana menjadi hening. Seluruh
penonton menjadi tegang, karena ujian yang terakhir ini adalah ujian
yang paling berat. Jika kesaktian wakil dari Desa Sembilan Koto itu
kurang ampuh, maka seluruh tulangnya akan hancur dan remuk. Ternyata
benar, belum sempat penggilingan itu menggiling seluruh tubuhnya, orang
itu sudah meraung kesakitan, karena tulang-tulangnya hancur dan remuk.
Penggilingan pun segera dihentikan. Wakil dari Desa Sembilan Koto itu dinyatakan tidak lulus ujian dan gagal menjadi raja Jambi.
Ujian berikutnya jatuh kepada wakil dari Desa Tujuh Koto.
”Wakil dari Desa Tujuh Koto dipersilahkan untuk memasuki gelanggang,” kata salah seorang panitia mempersilahkan.
Setelah beberapa saat menunggu, wakil dari Desa Tujuh Koto belum juga maju.
”Mana wakil dari Desa Tujuh Koto? Ayo, maju!” seru salah seorang panitia.
“Kalau tidak berani, lebih baik mundur saja!” tambahnya.
Merasa dilecehkan oleh panitia, calon dari Desa Tujuh Koto pun segera maju.
“Siapa takut? Kami dari Desa Tujuh Koto dak kenal kato undur, dak kenal kato menyerah!” seru wakil Desa Tujuh Koto itu dengan nada menantang.
Calon
raja dari Desa Tujuh Koto pun diuji. Ia berhasil melalui ujian pertama
hingga ujian ketiga. Namun, ia gagal pada ujian keempat. Akhirnya, ia
pun gagal menjadi raja Jambi.
Ujian
berikutnya dihadapi oleh wakil dari Desa Batin Duo Belas, kemudian
diikuti oleh Desa Petajin dan Muaro Sebo. Namun, wakil dari ketiga desa
tersebut semuanya gagal melalui ujian keempat, yakni digiling dengan
kilang besi. Oleh karena semua wakil dari kelima desa tersebut gagal
melalui ujian, maka mereka pun kembali mengadakan musyawarah.
“Bagaimana kalau kita mencari calon raja Jambi dari negeri lain?” usul sesepuh dari Desa Batin Duo Belas.
Usulan
tersebut diterima oleh peserta rapat lainnya. Selanjutnya mereka
mengutus dua wakil dari setiap desa untuk pergi mencari calon raja.
Keesokan harinya, rombongan itu berangkat meninggalkan Negeri Jambi
menuju ke negeri-negeri di sekitarnya. Di setiap negeri yang
disinggahi, mereka menanyakan siapa yang bersedia menjadi raja Jambi
dan tidak lupa pula mereka menyebutkan persyaratannya, yaitu harus
mengikuti keempat ujian tersebut.
Sudah
berpuluh-puluh negeri mereka singgahi, namun belum menemukan seorang
pun yang bersedia menjadi raja Jambi, karena tidak sanggup menjalani
keempat ujian tersebut. Rombongan itu pun kembali mengadakan musyawarah.
”Kita
kembali saja ke Negeri Jambi. Mustahil ada orang yang mampu memenuhi
syarat itu untuk menjadi raja Jambi,” keluh wakil Desa Petijan.
”Sabar,
Saudara! Kita jangan cepat putus asa. Kita memang belum menemukan
calon raja Jambi di beberapa negeri yang dekat ini. Tetapi, saya yakin
bahwa di negeri jauh sana kita akan menemukan orang yang kita cari,”
kata wakil Desa Muaro Sebo.
”Apa maksudmu?” tanya wakil Desa Petijan penasaran.
”Kita harus mengarungi samudera yang luas itu,” jawab wakil Desa Muaro Sebo dengan tenang.
”Kami setuju!” sahut wakil dari Desa Batin Duo Belas, Tujuh Koto, dan Sembilan Koto.
”Kalau begitu, kami juga setuju,” kata wakil Desa Petijan.
Akhirnya,
rombongan itu bertekat untuk mengarungi samudera di ujung Pulau
Sumatra. Setelah mempersiapkan segala keperluan, berangkatlah rombongan
itu dengan menggunakan dendang (perahu besar). Setelah
berhari-hari diombang-ambing oleh gelombang laut di tengah samudera
yang luas itu, mereka pun tiba di Negeri Keling (India). Mereka
berkeliling di Negeri Keling yang luas itu untuk mencari orang yang
bersedia menjadi Raja Negeri Jambi dengan ujian yang telah mereka
tentukan. Semua orang yang mereka temui belum ada yang sanggup
menjalani ujian berat itu.
Pada
suatu hari, mereka mendengar kabar bahwa di sebuah kampung di Negeri
Keling, ada seseorang yang terkenal memiliki kesaktian yang tinggi.
Akhirnya, mereka pun menemui orang sakti itu.
”Permisi,
Tuan! Kami adalah utusan dari Negeri Jambi. Negeri kami sedang mencari
seorang raja yang akan memimpin negeri kami, tapi dengan syarat harus
lulus ujian. Apakah Tuan bersedia?” tanya salah seorang dari rombongan
itu sambil menceritakan ujian yang harus dijalani calon raja itu.
”Saya sanggup menjalani ujian itu,” jawab orang itu.
Rombongan
itu segera membawa calon raja itu pulang ke Negeri Jambi. Setelah
menempuh perjalanan selama berminggu-minggu, tibalah mereka di Negeri
Jambi. Orang sakti itu disambut gembira oleh rakyat Jambi. Mereka
berharap bahwa calon yang datang dari seberang lautan itu benar-benar
orang yang sakti, sehingga lulus dalam ujian itu dan menjadi raja
mereka.
Keesokan
harinya, orang sakti itu pun diuji. Seperti halnya calon-calon raja
sebelumnya, orang sakti itu pertama-tama dibakar dengan api yang
menyala-nyala. Orang
Keling itu benar-benar sakti, tubuhnya tidak hangus, bahkan tidak satu
pun bulu romanya yang terbakar. Setelah diuji dengan ujian kedua dan
ketiga, orang itu tetap tidak apa-apa. Terakhir, orang itu akan
menghadapi ujian yang paling berat, yang tidak sanggup dilalui oleh
calon-calon raja sebelumnya, yaitu digiling dengan kilang besi yang
besar. Pada
saat ujian terakhir itu akan dimulai, suasana menjadi hening. Penduduk
yang menyaksikan menahan napas. Dalam hati mereka ada yang menduga
bahwa seluruh tubuh orang itu akan hancur dan remuk.
Ini
adalah saat-saat yang mendebarkan. Ujian terakhir itu pun dimulai.
Pertama-tama, kedua ujung jari-jari kaki orang Keling itu dimasukkan ke
dalam kilang besi. Kilang mulai diputar dan sedikit demi sedikit tubuh
orang Keling itu bergerak maju tertarik kilang besi yang berputar.
Semua penduduk yang menyaksikannya menutup mata. Mereka tidak sanggup
melihat tubuh orang Keling itu remuk. Namun
apa yang terjadi? Mereka yang sedang menutup mata tidak mendengarkan
suara jeritan sedikit pun. Tetapi justru suara ledakan dahsyatlah yang
mereka dengarkan. Mereka sangat terkejut saat membuka mata, kilang besi
yang besar itu hancur berkeping-keping, sedangkan orang Keling itu
tetap tidak apa-apa, bahkan ia tersenyum sambil bertepuk tangan.
Penduduk yang semula tegang ikut bergembira, karena berhasil menemukan
raja yang akan memimpin mereka.
Seluruh
penduduk dari Desa Tujuh Koto, Sembilan Koto, Muaro Sebo, Petajin, dan
Batin Duo Belas segera mempersiapkan segala keperluan untuk membangun
sebuah istana yang bagus. Selain itu, mereka juga mempersiapkan bahan
makanan untuk mengadakan pesta besar-besaran untuk meresmikan penobatan
Raja Negeri Jambi. Beberapa bulan kemudian, berkat kerja keras seluruh
warga, berdirilah sebuah istana yang indah dan orang Keling itu pun
dinobatkan menjadi raja Jambi.
* * *
Demikian cerita Asal Usul Raja Negeri Jambi dari daerah Jambi, Indonesia. Cerita
di atas termasuk ke dalam cerita legenda yang mengandung pesan-pesan
moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
Sedikitnya ada dua pesan moral yang dapat diambil, yaitu sifat suka
bermusyawarah dan pentingnya keberadaan seorang pemimpin dalam
kehidupan masyarakat.
Pertama,
sifat suka bermusyawarah. Sifat ini tercermin pada perilaku warga dari
kelima desa dalam cerita di atas. Setiap menghadapi persoalan, mereka
senantiasa bermusyawarah. Dalam ungkapan Melayu dikatakan:
apa tanda Melayu bertuah,
sebarang kerja bermusyawarah.
sebarang kerja bermusyawarah.
Kedua,
pentingnya keberadaan seorang pemimpin. Dalam cerita di atas,
masyarakat menyadari bahwa keberadaan seorang pemimpin dalam kehidupan
sehari-hari sangatlah penting. Untuk itu, mereka pun berusaha mencari
seorang raja yang diharapkan mampu membimbing, melindungi, menjaga, dan
menuntun mereka agar kehidupan mereka aman, damai dan sejahtera.
Dikatakan dalam petuah amanah orang tua-tua Melayu:
bertuah ayam ada induknya
bertuah serai ada rumpunnya
bertuah rumah ada tuannya
bertuah kampung ada penghulunya
bertuah negeri ada rajanya
bertuah iman ada jemaahnya
bertuah serai ada rumpunnya
bertuah rumah ada tuannya
bertuah kampung ada penghulunya
bertuah negeri ada rajanya
bertuah iman ada jemaahnya
(SM/sas/75/05-08)
Sumber:
- Isi cerita diadaptasi dari Kaslani. 1997. Cerita Rakyat dari Jambi 2. Jakarta: Grasindo.
- Anonim. “Sarolangun Jambi”, (http://sarolangunjambi.wordpress.com/potensi-daerah/, diakses tanggal 22 Mei 2008).
- Effendy, Tenas. 2006. Tunjuk Ajar Melayu. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu bekerja sama dengan AdiCita Karya Nusa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar